Rabu, 20 Oktober 2010

Pengembangan Perbankan Syariah Berbasis Mutu (Terakhir)

Friday, 26 April 2002
Tulisan Oleh : A. Muid Badrun (Mahasiswa FE UGM, Anggota Syariah Economics Forum UGM)

Optimalisasi Mutu

Selama ini, perhatian terhadap perbankan syari'ah di Indonesia semakin mendapat momentum untuk ditingkatkan terus-menerus. Kondisi ini membuat semua pihak yang terkait bekerja keras untuk membenahi dan memperbaiki apa saja yang dianggap masih menjadi kendala. Dalam kaitan ini, perlu kiranya upaya perbaikan dan pengembangan perbankan syari'ah harus diarahkan kepada optimalisasi mutu. Artinya starting point pengembangan perbankan syari'ah di Indonesia harus lebih dahulu memperhatikan perbaikan mutu.

Ada dua hal pokok perbaikan mutu yang bisa dilakukan di perbankan syari'ah. Pertama, perbaikan mutu sistem. Perbaikan mutu sistem ini diarahkan kepada dua hal utama, (1) perbaikan kelengkapan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum utama dan kuat dalam membantu mendukung pengembangan perbankan syari'ah. (2) perbaikan pada body of science ilmu ekonomi Islam yang mencakup lembaga keuangan Islam, manajemen Islam, maupun Akuntansi Islam. Jika dua hal ini bisa dioptimalkan secara baik, maka persoalan mutu sistem perbankan syari'ah tidak lagi menjadi hambatan.

Kedua, perbaikan mutu manajemen institusi. Hal ini menjadi sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat persaingan dengan perbankan konvensional dewasa ini semakin sengit. Perbaikan mutu manajemen ini meliputi tiga hal (1) perbaikan mutu sumber daya manusianya (quality of human resources). Dalam hal ini, perlu diingat kembali bahwa kebutuhan dalam meningkatkan kualitas dan mutu sumber daya manusia di perbankan syari'ah memerlukan kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait. Seperti institusi pendidikan perbankan, perguruan tinggi agama Islam, misalnya IAIN, STEI, UII, STAIN, STIS, lembaga-lembaga konsultan, dan lain-lain. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai dalam kerja sama ini adalah membentuk strategic linkage di perbankan syari'ah untuk meminimalisir kurangnya tenaga ahli. Kerja sama ini dilakukan melalui peningkatan pelatihan-pelatihan, kursus, maupun workshop perbankan syari'ah.

(2) Mutu kondisi keuangannya (quality of financial resources). Secara garis besar (awam) kuatnya institusi keuangan seperti bank, dapat dilihat dari kualitas total asset yang dimiliki. Jika total asset Bank Syariah keseluruhan di Indonesia hanya 0,22 persen atau Rp 2,3 triliun dibanding total asset Bank Konvensional yang mencapai Rp 1.015,4 triliun (data BI per Agustus 2001), maka kebutuhan untuk meningkatkan jumlah penerimaan pihak ketiga perlu mendapat prioritas untuk ditingkatkan terus-menerus. Hal ini bisa disiasati dengan meningkatkan pelayanan dan inovasi produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya Islamic Credit Card, Islamic Ready Cash, Gadai Emas Syari'ah, Islamic Asset Securitization, dan lain-lain.

(3) Mutu jaringan pemasarannya (quality of marketing resourses). Bagaimanapun kuat dan tangguhnya institusi perbankan, jika tidak didukung dengan jaringan pemasaran yang memadai, maka akan sia-sia. Seperti halnya punya barang bagus tapi tidak pernah dipamerkan ke khalayak, akibatnya orang hanya bisa menduga-duga, apakah barang itu bagus ataukah sebaliknya.

Kualitas jaringan pemasaran di perbankan syari'ah sangat ditentukan oleh networking company antarsesama lembaga keuangan syariah (Bank Umum Syari'ah, BPRS dan BMT), baik di dalam negeri mapun di luar negeri. Jika nerworking company lemah, maka jangan harap soliditas lembaga keuangan syari'ah bisa terwujud. Di sinilah pentingnya pembenahan jaringan pemasaran, tujuannya untuk mengantisipasi persoalan-persoalan seperti likuiditas, teknologi, dan keterbatasan derivasi produk-produk syari'ah, dan lain-lain.

Dengan lebih dahulu memperbaiki mutu sistem dan mutu manajemen institusi, maka dengan sendirinya akan mudah diterima (acceptable) keberadaannya dan dinikmati oleh masyarakat secara umum. Bukan hanya oleh umat Islam saja. Oleh karena itu, kerja keras dan dukungan penuh umat Islam lewat menyimpan uangnya di perbankan syariah, sangat dibutuhkan untuk menopang dan memperkuat pengembangan perbankan syari'ah ke depan. Perbaikan mutu sistem dan manajemen, haruslah berangkat dari sebuah komitmen tinggi bahwa kemajuan perbankan syari'ah di Indonesia merupakan sebuah kemestian yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Komitmen ini harus menjadi nafas dan ruh setiap pejabat maupun karyawan di perbankan syari'ah, dalam rangka akselerasi terus-menerus melayani kebutuhan masyarakat dalam menyimpan uangnya di Bank Syari'ah. Walhasil, momentum semangat untuk mengembangkan perbankan syari'ah di Indonesia dewasa ini, harus tetap dijaga dan dipelihara ritmenya.

sumber www.tazkiaonline.com :: detail http://www.tazkiaonline.com/article.php3?sid=308 :: info redaksi@tazkiaonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar