Rabu, 20 Oktober 2010

Profil Lembaga Keuangan Syariah - Bank Syariah

Friday, 01 June 2001
Sumber: Pesantren.net

Bank Muamalat Indonesia (BMI)

Bank Muamalat, bukan sekedar merupakan bank syariah pertama di Indonesia. Lebih dari itu, juga merupakan institusi ekonomi pertama yang menerapkan sistem syariah di Indonesia. Wajar jika BMI menjadi simbol monumental kebangkitan sistem ekonomi syariah di Indonesia. Apalagi saat Bank Muamalat mulai beroperasi pada 1 Mei 1992, sistem perbankan Indonesia sepenuhnya masih menerapkan sistem konvensional. Termasuk di Bank Indonesia, sebagai lembaga bank sentral.

Izin usaha bagi PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) sendiri sebenarnya sudah dikantungi sejak 1 November 1990. Gagasan pendirian bank tanpa bunga ini, bermula dari Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang digelar MUI, 18-20 Agustus 1990. Gagasan inilah yang kemudian diadopsi menjadi salah satu rekomendasi yang dihasilkan Munas IV MUI, 22-25 Agustus tahun yang sama.

Masalah permodalan, awalnya menjadi kendala untuk mewujudkan gagasan pendirian bank ini. Saat itu, untuk mendirikan bank umum sawasta nasional, diperlukan modal disetor minimal Rp 10 miliar. Hal ini didasarkan pada kebijakan Deregulasi bidang Keuangan, Moneter dan Perbankan yang dikenal dengan Paket Kebijakan Oktober (Pakto 27), 27 Oktober 1988.

Untuk mengumpulkan dana Rp 10 miliar dari ummat Islam, saat itu bukanlah hal yang mudah. Namun dengan dukungan ICMI, lobby Habibie kepada Presiden Soeharto serta dukungan para pengusaha dan ummat Islam pada umumnya, akhirnya berhasil dimobilisasi dana hingga Rp 106 milyar. Dana inilah yang kemudian menjadi modal usaha Bank Muamalat.

Saat perbankan nasional mengalami krisis cukup parah pada 1998, sistem bagi hasil yang secara umum diterapkan dalam produk-produk Bank Muamalat, relatif berhasil mempertahankan kinerja bank tersebut. Saat Bank Indonesia menetapkan rasio kecukupan modal (Capital Adequcy Ratio/CAR) yang harus dimiliki bank minimum empat persen, Bank Muamalat memiliki CAR 12 persen.

Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2000, bank yang berkantor pusat di Arthaloka Building, Jl. Jendral Sudirman No. 2 Jakarta itu berhasil membukukan laba Rp 17 miliar. Laba tersebut, berasal dari keuntungan non-operasional yang mencapai Rp 24 miliar. Sayangnya, secara operasional BMI masih merugi Rp 7 miliar.

Berdasarkan RUPS tahun 1999, Bank Muamalat dikelola oleh suatu dewan direksi yang terdiri dari A. Riawan Amin sebagai direktur utama serta Ariviyan Arifin, Suhaji Lestiadi dan Budi Wicaksono masing-masing sebagai direktur.

Jajaran dewan syariah diketuai oleh KH. Ali Yafie dengan anggotanya yaitu KH. Ibrahim Husen, KH. Omar Shihab, KH. Muwardi Chatib dan H. Syafi'i Antonio. Sedangkan di Dewan Komisaris terdapat nama H. Abbas Adhar sebagai komisaris utama, didampingi empat orang komisaris yaitu AM. Saefuddin, M. Amin Aziz, Korkut Ozal, Zainulbahar Noor dan H. Mubarok.n

Bank Syariah Mandiri (BSM)

Konversi sistem operasi perbankan dari konvensional ke sistem syariah, yang dimungkinkan UU No. 10 Tahun 1998, untuk kali pertama dimanfaatkan oleh Bank Susila Bhakti (BSB). Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Bank Dagang Negara (BDN) -sebelum dimerger ke dalam Bank Mandiri- per 19 November 1999, resmi menerapkan sistem syariah dan mengubah namanya menjadi Bank Syariah Mandiri (BSM).

Saat BSM resmi beroperasi, kondisi perbankan nasional Indonesia masih belum pulih dari krisis. Namun, rasio kecukupan modal (CAR) BSM yang saat diresmikan memiliki delapan kantor cabang, sudah 600 persen. Sedangkan assetnya mencapai Rp 450 miliar, Rp 381 miliar diantaranya berupa dana liquid. Dari modal netto Rp 359,118 miliar, BSM telah telah menyalurkan pembiayaan Rp 100 juta.

Kali pertama diresmikan, dana masyarakat yang berhasil dihimpun bank yang berkantor pusat di Jl. MH. Thamrin, Jakarta itu, sudah mencapai Rp 57,56 miliar. Rp 47,32 miliar merupakan simpanan nasabah BSB yang dipertahankan pemiliknya di BSM, selebihnya merupakan dana dari masyarakat yang baru bergabung dengan BSM. Karyawan BSM yang jumlahnya mencapai 200 orang, dipimpin oleh Direktur Utama Nurdin Hasibuan dan Direktur Yuslam Fauzi. Pada akhir tahun 2000, BSM memproyeksikan penambahan kantor cabang hingga menjadi 20 dan pada 2001 menjadi 100 kantor cabang. Daerah-daerah yang menjadi prioritas pembukaan cabang, merupakan daerah yang penduduknya mayoritas ummat Islam yaitu Aceh, Pekalongan, Pamekasan (Madura), Solo dan Makassar.

Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2000, BSM yang usianya belum genap setahun sudah menunjukkan kinerja yang baik. Ini dibuktikan dengan perolehan labanya yang mencapai Rp 7,8 miliar. Sebagian besar dari laba itu, yaitu Rp 4,3 miliar, berasal dari laba operasional. Biaya pencadangan untuk kredit kategori macet, diragukan dan kurang lancar, juga turun drastis dari Rp 150 miliar menjadi hanya Rp 272 juta. Ini karena adanya suntikan modal segar sebesar Rp 547 miliar, yang Rp 204 miliar diantaranya digunakan untuk menutupi kerugian sebelum konversi BSB menjadi BSM. Dengan demikian, modal yang tercatat per Juni 2000 adalah Rp 358 miliar.

Sayangnya, sebagian terbesar dari dana tersebut belum dapat terdistribusi untuk pembiayaan ke usaha-usaha sektor produktif. Namun masih disalurkan untuk membeli Surat Berharga Syariah yaitu Rp 345 miliar. Baru Rp 157 miliar saja yang disalurkan untuk pembiayaan.n

Bank IFI Syariah

Selain memberi peluang konversi sistem konvensional ke sistem syariah, UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, juga memberi peluang operasi perbankan syariah dengan mekanisme Dual Banking System. Artinya, suatu badan usaha perbankan, memiliki dua sistem operasi sekaligus yaitu sistem konvensional dan syariah. Namun dalam pengelolaan dana, diantara keduanya harus tetap dipisahkan. Sistem operasi ganda perbankan inilah yang diterapkan pada Bank IFI, oleh direktur utamanya, Harry Rachmadi. Pada 29 Juni 1999, Bank IFI resmi membuka satu kantor cabangnya dengan menerapkan sistem syariah. Bank IFI cabang syariah, didirikan dengan modal disetor Rp 2 miliar. Dengan demikian, selain menerapkan sistem konvensional, Bank IFI Juga sekaligus menerapkan sistem syariah.

Meski sementara ini Bank IFI hanya memiliki satu kantor cabang syariah yang berlokasi di Jl HR. Rasuna Said, Jakarta, namun sebagai strategi pengembangan usaha, Bank IFI syariah menjalin aliansi dengan sejumlah institusi ekonomi Islam. Bersamaan dengan peresmian Bank IFI Syariah, ditandatangani juga kerjasama dengan PT Danareksa Investment Management, Asosiasi BPR Syariah Indonesia, Yayasan Dompet Dhuafa, Asuransi Takaful serta Ikatan Pengusaha Muslim. Dengan strategi ini, meski jumlah outletnya masih sangat terbatas, Bank IFI Syariah berharap dapat merangkul potensi dana ummat Islam sebanyak mungkin.

sumber www.tazkiaonline.com :: detail http://www.tazkiaonline.com/article.php3?sid=124 :: info redaksi@tazkiaonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar