Rabu, 20 Oktober 2010

Pengawasan dan Pembinaan Bank Syariah di Indonesia (1)

Monday, 21 October 2002
Tulisan Oleh : Harisman SE, Akt., MA (Kepala Biro Perbankan Syariah BI)

Krisis sektor perbankan yang kita alami beberapa waktu lalu, merupakan bukti tentang pentingnya pengaturan dan pengawasan perbankan. Ongkos dan kerugian yang ditanggung karena kegagalan sistem perbankan sangatlah besar dan berdampak luas bagi perekonomian. Oleh karena itu, bank merupakan industri yang harus diatur dan diawasi secara sangat ketat.

Secara umum alasan pokok dari pentingnya pengaturan dan pengawasan perbankan adalah: (i) posisi penting perbankan dalam sistem keuangan; (ii) potensi terjadinya permasalahan sistemik akibat kegagalan usaha bank (bank runs), (iii) sifat dari kegiatan usaha bank di mana hampir seluruh asetnya berbentuk alat likuid dan tingkat kewajiban finansial (leverage) yang sangat tinggi, dan (iv) adanya situasi ketidakmampuan nasabah untuk memonitor secara terus menerus kinerja bank dan diikuti potensi terjadinya kecurangan (moral hazard). Jadi pelaksanaan pengaturan dan pengawasan perbankan adalah dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, agar sistem perbankan dapat bermanfaat secara oprtimal bagi perekonomian, dan melindungi kepentingan nasabah.

Pada dasarnya argumentasi pentingya pengaturan dan pengawasan perbankan syariah sama dengan perbankan konvensional. Secara mendasar terdapat dua perbedaan penting antara bank syariah dengan bank konvensional. Pertama adalah adanya tuntutan jaminan bahwa dalam kegiatan usahanya, bank tidak melanggar ketentuan syariah; dan kedua sebagai konsekuensi dari pelarangan instrumen bunga dan digantikan dengan sistem bagi hasil (baik pada sisi aktiva maupun passiva) maka karakteristik risiko dan sifat hubungan antara nasabah dengan bank terlihat dari akad-akad perbankan syariah. Kedua perbedaan pokok ini mengakibatkan perbedaan yang mendasar dalam struktur corporate governance dan sistem pengawasan perbankan syariah.

TINJAUAN UMUM

Sesuai dengan teori delegated monitoring, nasabah dan masyarakat pada umumnya tidak dapat dengan mudah melakukan monitoring dan pengawasan bank. Alasannya antara lain karena kurangnya kompetensi dan kemampuan, kesulitan untuk mengakses informasi tentang kinerja bank, serta tidak tersedianya waktu dan adanya masalah efisiensi untuk dapat melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan usaha bank. Oleh karena itulah peran pengawasan bank dilimpahkan kepada otoritas perbankan. Fungsi otoritas perbankan tersebut diformalkan melalui peraturan perundangan-undangan. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, BI menetapkan peraturan (power to regulate), memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha bank (power to license), melaksanakan pengawasan bank (power to control) dan mengenakan sanksi terhadap bank (power to impose sanction).

Pengawasan yang dilakukan BI meliputi pengawasan langsung (on-site supervision) dan tidak langsung (off-site supervision). BI mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan BI. BI melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. BI dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian BI transaksi tersebut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan, sehingga membahayakan sistem perbankan dan perekonomian nasional.

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN BANK SYARIAH

Dalam menjalankan tanggung jawabnya, pengawas bank selain memenuhi prinsip-prinsip profesionalisme juga semestinya memiliki suatu keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi (faith-driven conduct atau Waskat). Menurut nilai-nilai Islami unsur profesionalisme pengawas bank syariah terdiri dari sifat siddiq (jujur), tabligh (menyampaikan kebenaran dan senatiasa membina), amanah (bertanggungjawab), dan fathonah (memiliki skill dan pengetahuan yang mumpuni) yang dapat disingkat STAF.

Nilai-nilai islami yang pada dasarnya mendorong akuntabititas antara lain adalah: (1) ma’iyatullah dan muraqabah, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT senantiasa berada dekat dengan kita dan mengawasi setiap tindak tanduk yang dilakukan baik yang terlaksana maupun yang tersimpan di hati (ii) muhasabah, perlu mawas diri bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan adalah menilai pihak lain namun perlu disadari bahwa amalan kita juga selalu dinilai oleh Allah SWT, (iii) mas’uliyah, setiap yang dilakukan akan dimintakan pertanggung jawaban di akhirat kelak. Sejalan dengan hal itu pengawas dan pembina bank perlu bersikap hanif (cenderung kepada kebenaran) serta aktivitas pengawasan yang dilakukan adalah dalam rangka mencari kebenaran dan saling mengingatkan (tabayyun wa tausiyyah).

Kemaslahatan dari sistem yang diajarkan dalam syariah Islam semestinya dapat meningkatkan integritas pengawasan dan pembinaan bank syariah. Oleh karena itu upaya formulasi secara sistematis tentang etika pengawasan perbankan syariah, perlu dikembangkan dengan baik (bersambung).

sumber www.tazkiaonline.com :: detail http://www.tazkiaonline.com/article.php3?sid=395 :: info redaksi@tazkiaonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar