Senin, 16 Agustus 2010

Pengertian dan Prinsip Mudharabah

Istilah “mudharabah” merupakan istilah yang paling banyak digunakan dalam bank-bank Islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai “qiradh” atau “muqaradah”.Imam Sarakhsi, salah seorang pakar hukum Islam yang dikenal dalam kitabnya “al-Mabsut” telah memberikan definisi mudharabah dan keterangan sebagai berikut.

Perkataan mudharabah adalah diambil dari pada perkataan “darb (usaha) diatas bumi”. Dinamakan demikian karena mudharib (pengelola modal orang lain) berhak untuk bekeja sama bagi hasil atas jerih payah dan usahanya. Selain mendapat keuntungan ia juga berhak untuk mempergunakan modal dan menentukan tujuannya sendiri. Orang-orang Madinah menamakan kontrak jenis ini sebagai ”muqaradah” dimana perkataan ini diambil dari perkataan ”qard” berarti ”menyerahkan” dalam hal ini pemilik modal akan menyerahkan hak atas modalnya kepada amil (pengelola modal).

Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan yang diperoleh dibagi menurut perbandingan (nisbah) yang disepakati. Dalam hal terjadi kerugian, akan ditanggung oleh pemilik modal, selama bukan diakibatkan karena kelalaian pengelola usaha. Sedangkan kerugian yang timbul karena kelalaian pengelola akan menjadi tanggung jawab pengelola usaha sendiri.

Mudharabah adalah suatu transaksi pembiayaan berdasarkan syariah, yang juga digunakan sebagai transaksi pembiayaan perbankan Islam, yang dilakukan oleh para pihak berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam transaksi pembiayaan mudharabah, yaitu kepercayaan dari shahib al-mal kepada mudharib. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam transaksi pembiayaan mudharabah, karena dalam transaksi mudharabah, shahib al-mal tidak boleh meminta jaminan atau agunan dari mudharib dan tidak boleh ikut campur di dalam pengelolaan proyek atau usaha yang notabenya dibiayai dengan dana shahib al-mal tersebut. Pengelola usaha adalah mudharib, tanpa campur tangan dari shahib al-mal, yang menjalankan atau mengelola proyek atau usaha tersebut. Paling jauh shahib al-mal hanya boleh memberikan saran-saran tertentu kepada mudharib dalam menjalankan atau mengelola proyek atau usaha tersebut.

Mudharabah adalah membentuk suatu perjanjian kemitraan (contract of co-partnership) antara pemilik modal dengan pemilik perusahaan. Apabila perusahaan ini memperoleh keuntungan maka pengelola akan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip bagi hasil yang telah disepakati. Sedangkan bila perusahaan mendapatkan kerugian, maka resiko finansial ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, sedangkan pengelola tidak menanggung resiko sama sekali selain resiko non finansial, atau kecuali apabila kerugian tersebut terjadi akibat kecurangan pengelola. Itulah sebabnya mengapa mudharabah disebut pula sebagai ”partnership in profit” .

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak sipenyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu;
(a)Mudharabah muthlaqah atau URIA (Unrestricted Investment Account)
Mudharabah muthlaqah atau URIA (Unrestricted Investment Account), tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun persyaratan dananya diperuntukan bagi nasabah tertentu. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk menyelurkan dana URIA ini kebisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan. Nasabah rekening investasi lebih bertujuan untuk mencari keuntungan dari pada mengamankan uangnya. Dalam mudharabah muthlaqah, bank sebagai mudharib mempunyai kebebasan mutlak dalam pengelolaan investasinya. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati bersama. Apabila bank menghasilkan keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan awal. Apabila bank mengalami kerugian, bukan kerena kelalaian bank, kerugian ditanggung oleh nasabah deposan sebagai shahibul maal. Deposan dapat menarik dananya dengan pemberitahuan terlebih dahulu.

Dari penerapan mudharabah muthlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.

Ketentuan umum dalam produk ini adalah:
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
• Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
• Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
• Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad telah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
• Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

(b) Mudharabah Muqayyadah atau RIA (Restricted Investment Account)
Mudharabah Muqayyadah atau RIA (Restricted Investment Account) mempunyai pengertian bahwa shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh shahibul maal. Misalnya, hanya untuk jenis usaha saja, tempat tertentu, waktu tertentu, dan lain-lain. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi. Bank dilarang untuk menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin atau tanpa jaminan.

Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:
• Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus di ikuti oleh bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan-persyaratan dana simpanan khusus.
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpangan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
• Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening lainya.
• Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
Dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, pasal 1 ayat 9 disebutkan bahwa tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, atau alat yang dipersamakan dengan itu.

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat pembayaran lainnya yang dipersamakan dengan itu. Nasabah jika hendak mengambil simpanannya dapat langsung ke bank dengan membawa buku tabungan, slip penarikan atau melalui fasilitas ATM.

Dalam hal ini terdapat dua prinsip perjanjian Islam yang sesuai diimplementasikan dalam produk perbankan berupa tabungan, yaitu wadiah dan mudharabah. Hampir sama dengan giro pilihan terhadap produk ini tergantung dengan motif dari nasabah. Jika motifnya hanya menyimpan saja maka bisa dipakai produk tabungan wadiah sedangkan untuk memenuhi nasabah yang bermotif investasi atau mencari keuntungan maka tabungan mudharabah yang sesuai.

Sifat-sifat tabungan mudharabah antara lain sebagai berikut:
(a) Tabungan mudharabah adalah simpanan pihak ketiga di bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian.
(b) Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai mudharib dan deposan sebagai shahib al mal.
(c) Bank sebagai mudharib akan membagi keuntungan kepada shahib al mal sesuai dengan nisbah yang telah disetujui bersama. Pembagian keuntungan dapat dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo minimal yang mengendap selama periode tersebut.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 deposito didefinisikan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank atau pada saat jatuh tempo. Deposito merupakan produk dari bank yang memang ditujukan untuk kepentingan investasi dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dalam perbankan syariah akan memakai prinsip mudharabah.

Bank syariah menerima simpanan deposito berjangka (pada umumnya untuk satu bulan keatas) kedalam rekening investasi umum (general investment account) dengan prinsip mudharabah al-muthlaqah. Investasi umum ini sering disebut juga dengan investasi tidak terikat.

Berbeda dengan perbankan konvensional yang memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, namun dalam perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah deposan adalah pendapatan (revenue sharing) sebesar nisbah yang disepakati di awal akad. Sifat-sifat deposito mudharabah antara lain sebagai berikut:
(a) Deposito mudharabah adalah investasi melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo) dengan mendapat imbal bagi hasil.
(b) Imbalan dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana itu secara syariah dengan rasio pembagian pendapatan. Misalnya: 60 :40, yaitu 60 bagi deposan dan 40 bagi bank syariah.
(c) Jangka waktu deposito mudharabah berkisar 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut.
a. Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana.
b. Dana disetor penuh kepada bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal.
c. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah.
d. Pada akad tabungan berdasarkan mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening.
e. Nasabah tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan.
f. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan atau deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
g. Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
h. Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan fatwa DSN – MUI No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan dan No: 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito yang dibenarkan secara syariah adalah yang berdasarkan prinsip mudharabah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
b. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk di dalam mudharabah dengan pihak lain.
c. Modal harus dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan dalam bentuk piutang.
d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
f. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

Daftar Pustaka
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta, PT Rasindo, 2005) cet.I, h.33
Muamalat Institute Research, Training, Consulting dan Publikation, Hand Out Traning Perbankan Syariah, (Jakarta, Muamalat Institute), h 95
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankam Indonesia, (Jakarta, Pustama Utama Gratifi, 2005), h. 27
Habib Nazir dan Muhammad Hasanudin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, (Bandung, kaki langit, 2004), cet.I h. 389
Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005), cet.II h. 109
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta, PT Raja Garafindo Persada), h. 118
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, Buku Saku Perbankan Syariah, (Jakarta, PKES, 2006), h. 46
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta, Gema Insani, 2001), cet.I, h. 151
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, h. 36
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah. Buku Saku Perbankan syariah, h. 47
Abdul Ghafur Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia, ( Jogjakarta, UGM Press, 2007), cet.I, h. 87
Malayu S. P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta, PT Bumi Aksara. 2005), cet.IV h. 42
Abdul Ghafur Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia, h. 93
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, h. 118
Malayu S. P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, h. 42
Abdul Ghafur Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia, h. 95
DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta, PT Intermesa, 2003), Cet.II, h. 13 dan h. 19