Rabu, 20 Oktober 2010

Pelaksanaan Pengawasan Perbankan Syariah di Indonesia (2)

Monday, 28 October 2002
Tulisan Oleh : Harisman SE, Akt., MA (Kepala Biro Perbankan Syariah BI)

Kedua perbedaan itu menghasilkan sejumlah keunikan pada hubungan antara nasabah deposan dengan bank syariah, Pertama, nasabah bank syariah berkeinginan agar seluruh penerimaan yang diperoleh dari bank syariah adalah halalan toyyibah. Keunikan berikutnya, sebagai konsekuensi sistem bagi hasil, nasabah deposan bersedia untuk menerima return yang bersifat variabel berdasarkan realisasi laba rugi bank di masa datang dan nasabah dimungkinkan pula menanggung risiko kerugian.

Kedua keunikan inlah yang kemudian membedakan sistem pengelolaan bank syariah dengan bank konvensional. Pada bank konvensional, sistem pengelolaan yang baik dapat dikembangkan dengan memperjelas fungsi, kewenangan dan pola hubungan antara pemegang saham (dewan komisaris) dan pengurus bank. Sedangkan pada perbankan syariah, agar semua kepentingan para pihak dapat terpenuhi dengan baik, struktur pengelolaan dan pengawasan akan melibatkan empat pihak, yaitu: pemegang saham (dewan komisaris), pengurus bank, Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan/atau Dewan Syariah Nasional (DSN), serta nasabah deposan.

Masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang berbeda. Karena itu suatu sistem pengelolaan bank syariah yang baik, mempersyaratkan adanya pengaturan yang jelas tentang batasan hak, kewenangan dan kewajiban dari setiap unsur tersebut, untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan. Selain itu juga, agar tidak terjadi dominasi kepentingan salah satu pihak dengan mengabaikan kepentingan pihak lain serta pencapaian tujuan perusahaan yang hanya mengakomodasi beberapa pihak dan mengabaikan kepentingan pihak lainnya.

Pengawasan Bank Syariah

Pengawasan bank syariah (termasuk pula pengaturannya) pada dasarnya memiliki dua sisim, yaitu pengawasan dari aspek: (i) kondisi keuangan, kepatuhan pada ketentuan perbankan secara umum dan prinsip kehati-hatian bank, dan (ii) pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank. Berkaitan dengan hal itu maka struktur pengawasan perbankan syariah lebih bersifat multilayer yang secara ideal akan terdiri dari : (1) Sistem Pengawasan Internal, yang memiliki unsur-unsur; RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Audit, DPS, Direktur Kepatuhan, SKAI – Internal Syariah Reviewer, dan (2) Sistem Pengawasan Eksternal, yang terdiri dari unsur BI, Akuntan Publik (termasuk external syariah auditor), DSN dan Stakeholder/Masyarakat Pengguna Jasa. Sistem pengawasan internal lebih bersifat mengatur ke dalam dan dilakukan agar ada mekanisme dan sistem kontrol untuk kepentingan manajemen. Sedangkan pengawasan eksternal pada dasarnya untuk memenuhi kepentingan nasabah dan kepentingna publik secara umum yang dalam hal ini dilakukan oleh BI dan DSN. Secara umum peran dan tanggung jawab BI lebih kepada pengawasan aspek keuangan, sedangkan jaminan pemenuhan prinsip syariah adalah tanggung jawab dan kewenangan DSN dengan DPS sebagai perpanjangan tangannya. Dalam hal ini tentu saja kompetensi dan kemampuan pemahaman prinsip syariah tetap wajib dimiliki oleh pengawas bank dari BI.

Kerjasama antara BI dengan DSN juga dilakukan dalam pengawasan terhadap produk bank syariah. Sedangkan untuk pengawasan operasional bank syariah, BI bekerja sama dengan DSN yang dalam hal ini dilakukan oleh DPS. Hal ini sejalan dengan fungsi dan peran DSN yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia dengan Surat Keputusannya No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000–2005. SK itu antara lain menyebutkan, DSN memberikan tugas kepada DPS untuk (1) melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah, (2) mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN; (3) melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran; (4) merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.

Karena pengembangan perbankan syariah masih dalam tahap awal, maka sistem dan mekanisme pengawasan perbankan syariah masih belum lengkap dan perlu banyak penyempurnaan. Oleh karena itu, upaya pengembangan pengawasan perbankan syariah oleh BI akan terus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengembangkan dan menyempurnakan tools dan sistem pengawasan, serta meningkatkan kompetensi dan mengembangkan etika pengawasan.Satu langkah penting yang telah dilakukan adalah dihasilkannya PSAK No.59 tentang Standar Akuntansi Keuangan Perbankan Syariah yang akan diikuti dengan penerbitan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) dan Pedoman Audit Syariah, serta format pelaporan bank syariah. Secara teknis di BI juga dikembangkan pedoman pengawasan dan pemeriksaan bank syariah dan ke depan akan dilakukan kajian untuk implementasi sistem pengawasan berbasis risiko dan penerapan real-time supervision.

sumber www.tazkiaonline.com :: detail http://www.tazkiaonline.com/article.php3?sid=398 :: info redaksi@tazkiaonline.com

1 komentar: